Jumat, 24 Maret 2017

Membumikan Aksebilitas Keterbukaan Informasi Publik[1]

Oleh; Mauli Fikr[2]

ABSTRAK
Gerak laju reformasi menghadirkan bermacam aneka warna dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Hadirnya kebebasan dan keterbukaan merupakan anugerah terindah dari perjuangan reformasi. Sampai pada saatnya, sepuluh tahun kemudian dari gerakan reformasi yang ditandai dengan proses pengesahan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan pemberlakuannya, lonceng keterbukaan dan transparansi informasi semakin lantang disuarakan.

Dalam dinamikanya hingga saat ini telah banyak kegiatan dan usaha yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dan juga badan publik untuk terus mengembangkan aksesibilitas dalam transparansi informasi publik, baik dalam hal penyediaan informasi yang wajib disediakan secara berkala, serta-merta, dan setiap saat, maupun pembenahan sistem dokumentasi, dan pelayanan informasi, namun nyatanya sampai hari ini lembaga publik terkesan masih setengah hati dalam mengimplementasikan UU no 14 2008 tersebut.

Good Governance dan Informsai Publik

Pada prinsipnya, dalam rangka mewujudkan pola tatanan pemerintahan yang baik, salah satunya yang perlu diperhatikan adalah unsur-unsur tentang keterbukaan informasi, mulai dari transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas publik. karena ketiga prinsip itulah yang menjadi ruh dalam keterbukaan informasi guna menciptakan dan mewujudkan Good Governance.

Sebagaimana diketahui, bahwa dalam upaya untuk mendapatkan informasi adalah hak yang dimiliki masyarakat untuk memperoleh atau mengakses informasi yang dikelola oleh negara (Assegaf dan Khatarina, 2005). Berangkat dari asumsi ini, dapat pula diartikan bahwa, di sisi lain, lebaga Publik (pemerintah dll.) juga harus responsif dalam memenuhi hak yang dimiliki setiap warganya. Setidaknya lembaga publik (pemerintah dll.) segera menyusun peraturan perundangan yang mengatur informasi yang dapat dan mudah diakses oleh masyarakat. Dari sini dapat kita fahami bahwa sebenarnya manfaat dari adanya keterbukaan informasi publik adalah sebagai instrumen pendukung bagi terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan.



Suasana Diskusi
Assegaf dan Khatarina (2005) menjelaskan bahwa, suatu informasi dikatakan sebagai informasi publik apabila informasi yang dikelola oleh negara -selain informasi mengenai pribadi seseorang atau badan hukum privat- bukanlah milik negara, namun milik masyarakat. Sementara itu, berdasarkan kandungan dari UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik atau yang fenomenal dengan sebutan Keterbukaan Informasi Publik (KIP), informasi publik dapat diartikan sebagai informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara, dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Badan Publik sendiri menurut wikepedia didefinisikan sebagai lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Selanjutnya, menurut definisi ini, apa saja lebaga publik itu? Apakah lembaga internal mahasiswa yang ada di kampus juga lembaga publik misalnya? bagaimana denga IBI (Indonesia Belajar Institut) apakah juga termasuk lembaga publik?

Aksesibilitas Informasi Publik

Dalam praktik keterbukaan informasi publik, UU KIP sebagai landasan konstitusional berjalan sudah hampir sepuluh tahun sejak disahkan. Namun kenyataanya, praktik-praktik dalam menjalankan amanat dari UU KIP tersebut pemerintah masih terlihat setengah hati dalam menjalankannya.

Keterbukaan informasi publik tidak hanya bicara terkait ketersediaan informasi yang dikelola oleh lembaga publik, namun juga bagaimana masyarakat mudah dalam menjangkau dan mendapatkan informasi publik tersebut, dan hal ini membutuhkan usaha keras dan kreatifitas dalam mewujudkannya.

Akses publik terhadap informasi merupakan salah satu prasyarat untuk menciptakan pemerintahan terbuka, yaitu pemerintahan yang transparan dan partisipatoris (Jannah dan Yasin, 2006). Sedangkan aksebilitas dalam arti yang luas dapat dimaknai sebagai derajat atau tingkat kemudahan seseorang dalam mencapai suatu objek.

Aksebilitas kaitannya dengan keterbukaan informasi publik dapat kita perhatikan setidaknya dari tiga aspek; komunikasi, layanan, dan kreatifitas. Komunikasi; UU 14/2008 Sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan keterbukaan dan transparansi informasi publik masih membutuhkan nafas yang lebih panjang lagi. Dengan kata lain, perlu adanya sosialisasi UU KIP berserta teknis pelaksanannya sampai ke unit terkecil di pemerintahan. Layanan; Kemudahan dan kenyamanan bagi penerima layanan dalam melakukan proses akses informasi publik. Kreatifitas, Lembaga publik perlu meningkatkan kreatifitasnya dan memanfaatkan perkembaganan teknologi dalam memberi pelayanan terkait informasi publik. dari ketiga bentuk aspek di atas, munculnya tidak lepas dari berbagai dinamika dan pengalaman kami -dalam kapasitas saya sebagai aktivis di Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Jawa Timur- saat melakukan uji akses keterbukaan informasi di beberapa lembaga publik.

Versi PDF-nya, dapat dibaca dan download di sini


[1] Tulisan pengantar dalam diskusi Indonesia Belajar Institut (IBI), edisi Jumat, 24 Maret 2017, di Warkop 96 Surabaya, jam 20:00 Wib
[2] Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimaksih telah sudi berkomentar...