Oleh: Masduri[2]
Sejak kehadiran
Reformasi 1998, kita menemukan momentum menegakkan demokrasi sebagai jalan
bersama membangun bangsa yang lebih beradab. Reformasi telah memberikan angin
segar bagi segenap kebebasan yang sebelumnya terkekang oleh otoritarianisme
rezim Orde Baru.[3]
Salah satu dampak paling nyata dari bangunan sistem demokrasi pasca reformasi
adalah terbukanya kesempatan bagi semua rakyat Indonesia untuk mendirikan
partai politik. Sehingga pada Pemilu 1999 setelah reformasi, ada 48 partai
politik yang ikut dalam kontestasi tersebut.[4]
Tentu saja berbeda
dengan sebelumnya ketika masa Orde Baru, setelah mengalami perjalanan yang
sangat ribet, serta pasang-surut partai politik yang tidak sederhana, akhirnya
Orde Baru mengukuhkan tiga partai besar sebagai partai politik yang terus
secara berkelanjutan menjadi peserta Pemilu, yakni Partai Golongan Karya
(Golkar), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan Partai Persatuan
Pembangunan (PPP).[5]
Terbatasnya akses kehadiran partai politik baru dalam Pemilu, tentu saja
memberikan konsekuensi yang sangat besar bagi iklim demokrasi di negara kita
waktu itu.