Revisi
atas Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nomor 20 tahun 2002
sudah mengemuka sejak lima tahun lalu. Era saat Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) masih berkuasa. Isu lama ini kini bergulir kembali. Bahkan,
rencana revisi ini, pada tahun 2015 telah masuk dalam daftar Program Legislasi
Nasional (prolegnas) prioritas. Cuma, tetap tarik ulur. Karena gelombang
politik di parlemen, yang kontra terhadap rencana revisi UU ini masih kuat. Hal
ini juga, ditopang oleh opini publik yang turut menolak untuk tidak dilakukan
revisi. Kini, yang pro untuk dilakukan revisi, justru dimotori oleh partai
politik yang mengusung Jokowi sebagai calon presiden. Jokowi dalam salah satu
agenda program prioritasnya yang fenomenal dengan istilah Nawa Cita, dalam poin
empat menyebutkan:“Menolak negara lemah
dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi,
bermartabat, dan terpercaya”, kerap dijadikan landasan oleh pihak yang pro
maupun yang kontra untuk memperkuat sudut pandangnya masing-masing. Dalam
pergolakan wacana yang cukup panjang dan melelahkan, revisi ini kini telah
tergantung kehendak Jokowi dalam kapasitasnya sebagai presiden.