#nyantri 1
Oleh: Marlaf Sucipto
Jauh sebelum Islam datang (570
M), orang-orang di Nusantara sudah mewarisi agama Kapitayan. Agama yang memuja
Sanghyang Taya; bermakna kosong atau hampa, atau suwung, atau awung-awung.
Suatu yang absolut, yang tidak bisa dijangkau oleh akal dan indra, tidak bisa
dibayang-bayangkan seperti apa, tapi kehadirannya dapat dirasa. Orang Jawa
mendefinisikan Sanghyang Taya dalam satu kalimat ”tan kena kinaya ngapa”; Keberadaannya
tidak bisa diapa-apakan. Untuk itu, untuk bisa disembah, Sanghyang Taya
mempribadi dalam nama dan sifat yang disebut Tu dan To, bermakna
daya gaib yang bersifat adikodrati. Tu dan To tunggal dalam
Dzat. Satu pribadi. Tu lazim disebut dengan nama Sanghyang Tunggal,
memiliki dua sifat; kebaikan dan kejahatan. Tu yang bersifat kebaikan
disebut Tu-han; Sanghyang Wenang, sedangkan Tu yang
bersifat keburukan disebut Han-Tu; Sang Manikmaya. Tu-han dan
Han-Tu adalah sifat dari Sanghyang Tunggal.