Oleh: Marlaf
Sucipto
Saya tertarik
mengenali Hizbut Tahrir (HT) lebih dalam sejak Ary Naufal (Ketua Gerakan
Mahasiswa Pembebasan Jawa Timur) dihadirkan di forum diskusi Indonesia Belajar
Institut (IBI) bartajuk “Refleksi Orientasi Kampus; Antara Humanisasi dan
Dehumanisasi”. Di situ, pembicara lain, Muhammad Shofa (Kordinator Bibliopolis
Book Review Surabaya), terlontar kata “NKRI Harga Mati”, kata-kata ini kemudian
memanjang sampai saya dan Muhammad Shofa diundang dalam diskusi terbuka yang
diselenggarakan di Universitas Airlangga (Unair) oleh Gema Pembebasan HTI Jawa
Timur.
Saat itu, saya
hadir sendiri, Muhammad Shofa berhalangan hadir. Kata yang dikontroversikan
oleh HTI, yang mempertanggungjawabkannya justru saya seorang. Karena secara
prinsip, walaupun secara verbal bukan saya yang melontarkan “NKRI Harga Mati”,
saya sepakat dengan slogan ini.