Jumat, 25 Juli 2014

Mengabadikan Songkok Hitam Untuk Indonesia

Oleh: Junaidi Khab[1]
Kita semua, sebagai bangsa Indonesia, sudah tentu tahu tentang karakteristik presiden yang unik, dan lebih spesifik lagi tentang bangsa kita, mulai masa reformasi hingga modern saat ini. Budaya nasionalisme seorang presiden selalu ditunjukkan dengan memakai songkok hitam sebagai jati diri bangsa Indonesia. Semenjak masa pemerintahan presiden Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono, mereka semua adalah pemimpin yang selalu memakai songkok hitam, kecuali presiden Megawati Soekarno Putri, karena memang kodratnya sebagai seorang perempuan.

Jumat, 18 Juli 2014

Sekilas, Praduga Muassal Martil Israel ke Palestina


Terlalu banyak awalan yang saya kira untuk memulai guratan singkat ini. Tapi semoga pilihan berikut cukup sesuai dengan apa yang saya, kita, dan semua orang rasakan kini.

Pada Mei 1913, seorang pembuat film asal Rusia, Noah Sokolovsky tiba di Palestina. Ia berencana membuat sebuah film tentang pemukiman Yahudi di Palestina. Selama mengelilingi negara tersebut antara Mei dan Juni, selesailah sebuah film yang diberi judul The Life of The Jews in Palestine. Sebuah film rumit, bisu, tanpa dubbing suara, membingungkan, dan juga menjadi awal propaganda perang besar.

Jumat, 11 Juli 2014

Perang Dingin Buku Pilpres 2014

Perhelatan panggung politik dan Pilpres 2014 semakin hari semakin memanas. Ada banyak kampanye yang bertebaran di berbagai media, baik media massa maupun elektronik. Dunia nasional sudah penuh dengan warna-warni politik Capres-Cawapres, baik koran, televisi, facebook, twitter, tiang-tiang di jalan, tembok-tembok, dan pohon-pohon sudah tertempel sosok tokoh yang mulai mengenalkan dirinya, utamanya pengenalan sisi baiknya.

Media massa sudah ada yang dengan jelas dan terang-terangan mendukung salah satu Capres untuk menduduki kursi kepresidenan yang sudah dua periode dipegang kendali oleh Susilo Bambang Yudhoyono. Kini kursi itu harus diganti pemangku sebagaimana peraturan perundang-undangan yang telah berlaku, bahwa untuk era reformasi jabatan kursi kepresidenan tidak boleh lebih dari dua periode masa jabatan.

Jumat, 04 Juli 2014

Awas! Bahaya Laten Telivisi

 Oleh: Marlaf Sucipto
Sekitar tahun 1997, sejak Perusahaan Listrik Negara (PLN) masuk desa, sejak itulah televisi (TV) menjadi barang istimewa yang banyak digemari orang desa. Harga TV yang semakin terjangkau, menjadi salah satu penyebab menjamurnya barang "modern" ini di desa-desa.

TV menjadi simbol kekayaan, kemajuan, dan peradaban baru bagi orang desa. Di awal-awal TV masuk desa, di tengah yang memilikinya masih terbatas, orang desa berbondong-bondong datang ke rumah salah satu pemilik TV hanya untuk mau menonton TV. Menonton TV menjadi kegemaran baru yang banyak orang menggandrungi. Bahkan orangtua, melakukan pengarahan massal agar anaknya lebih memilih menonton TV ketimbang bermain di luar rumah seperti main layang-layang misalnya. Bermain di luar rumah dianggap lebih membahayakan dan membawa resiko ketimbang anaknya duduk manis dan tidur-tiduran sambil menonton TV. Semakin lama anak menonton TV, semakin merasa senang orangtua. Mainan tradisional banyak yang ditinggalkan, diganti dengan permainan baru, yaitu menonton TV.