Jumat, 20 Juni 2014

Perempuan Dalam Sejarah Perjalanan Republik

Oleh: Nita Sari[1]
Indonesia adala Negara besar, sebagai generasi muda, tak pantas kiranya bila kita melupakan sejarah bangsa ini. Karena Negara yang besar adalah Negara yang tahu sejarah bangsanya. Oleh karena itu, kita perlu menggali kembali historikal sejarah Negara ini yang mulai terkubur. Dalam kesempatan kali ini, penulis akan mengulas sosok perempuan inspiratif  yang memberi warna dalam perjalanan sejarah republik.

Perempuan, sebagaimana dikemukakan oleh Soeharto; presiden ke-2 Indonesia, pada perayaan hari ibu ke–67 tahun 1995 di Mojokerto. Sejarah mencatat bahwa kaum wanita Indonesia memainkan peranan penting dalam perjuangan bangsa kita. Peranan itu dimulai sejak perlawanan terhadap penjajahan ratusan tahun yang lalu, dalam kancah revolusi dan perang Kemerdekaan sampai zaman pemabangunan lahir batin ini. “

Jumat, 13 Juni 2014

Jendela Sejarah; Pengantar Pengingat Lupa


Kata pepatah:
“Manusia, baik pria atau wanita, dibentuk oleh zaman mereka”.

Saya tergugah, sekaligus merasa dungu. Juga kaget, saat Rizal Mumazziq Zionis -Narasumber IB beberapa waktu lalu- melontarkan pertanyaan bersifat menyentil peserta diskusi, ”siapa yang bisa bercerita tentang Sunan Ampel?”. Sontak semua terdiam, kikuk, tanpa suara. Dengan sedikit memancing, Rizal menoleh ke arah kami seakan memaksa salah satu ngacung menjawab pertanyaan itu. Tak dinyana, semua peserta diskusi tak mampu menjawab. Entah karena malu, ragu, atau benar-benar tak tahu, wallahu a’lam.
“Kita sebagai generasi penerus merasa bangga dengan modernisasi, westernisasi, globalisasi, atau sasi-sasi lainnya, tapi tak malu untuk (merasa) tak tahu kalau kita punya sejarah peradaban bangsa yang besar dan maju”. Begitu kira-kira ucapannya menutup kegeraman.

Jumat, 06 Juni 2014

Media Massa dan Budaya Politik di Indonesia

“Begitu hebatnya pers, sehingga seandainya siang dikatakan pers, malam pun
Masyarakat—terutama yang lugu, akan mempercayainya”
(KH. Mustofa Bisri, Jawa Pos 31 Maret 2004)

Demikianlah pernyataan Gus Mus—Musthofa Bisri, saat melihat besarnya pengaruh media massa dalam upayanya membongkar opini publik. Bagi masyarakat awam penikmat media, mereka biasanya akan menelan mentah-mentah informasi yang disajikan oleh media, tanpa terlebih dahulu melakukan proses penyaringan atasnya.

Memasuki pilpres di tahun ini, media massa pun sepertinya sudah kehilangan independensi yang dianutnya. Banyaknya pemilik korporasi media yang turut serta dalam proses dukung mendukung kandidat membuat pemberitaan media massa yang dimilikinya terkesan tak seimbang. Sebagaimana diketahui, saat ini beberapa pemilik media sudah mengarahkan kecenderungan keberpihakannya kepada salah satu dari dua kandidat calon presiden.